Nenekku, yang saya panggil dengan sayang, tidak pernah memiliki laptop. Dia tidak pernah menyentuh spreadsheet. Dia tidak bisa memberitahu Anda apa kepanjangan SQL, namun dia bisa melihat semangkuk kacang, cuaca di luar, dan suara pasar tiga jalan dari rumah... dan memberitahu Anda dengan tepat berapa banyak yang harus dijual, disimpan, atau dimasak.
\ Dia menjalankan rumah tangganya dengan presisi. Mengelola sumber daya dengan intuisi. Membuat prediksi tanpa "model" selain ingatannya, inderanya, dan bertahun-tahun pengalaman.
\ Menengok ke belakang, saya menyadari sesuatu yang aneh: nenekku adalah seorang analis data — tanpa pernah mengetahuinya.
\ Dia Tidak Memiliki Dashboard, Tapi Dia Memiliki Konteks
Selama masa pertumbuhan saya, saya melihatnya membuat catatan mental secara real time:
Dia tidak menyebutnya "analisis sinyal" atau "peramalan tren." Dia menyebutnya hidup dengan mata terbuka. \n Tapi jangan salah: dia membaca pola, mengidentifikasi variabel, dan menyesuaikan keputusannya semuanya secara real time.
\ Alatnya Adalah Percakapan, Bukan Kode
Di mana kita sekarang mengandalkan API dan dashboard, dia mengandalkan percakapan.
Jalan-jalan pagi bukan hanya untuk berolahraga; itu adalah putaran pengumpulan datanya. Dia akan menyapa penjual cabai, bertukar kabar singkat dengan tukang daging, dan mengamati siapa yang membuka tokonya lebih awal dan siapa yang tidak.
Dia membangun dan memelihara jaringan data manusia jauh sebelum grafik sosial dan LinkedIn ada. \n Dan ketika tiba waktunya untuk membuat keputusan, entah itu menabung uang, merencanakan makanan, atau mempersiapkan tamu, dia melakukan apa yang dilakukan analis yang baik: dia mentriangulasi cerita, menyaring kebisingan, dan mencari kebenaran dalam pola.
Saya ingat dia mengirim saya ke pasar sebagai anak kecil, daftar di tangan, koin di saku. Dia akan memberikan harga yang tepat untuk setiap barang, sering kali hingga sen terakhir. Dan jika saya kembali dengan kembalian yang kurang, dia tidak ragu untuk mengambil daftar dari saya dan pergi menuntut sisanya, bukan dengan kemarahan, tetapi dengan kepercayaan diri yang didukung data; semua orang tahu saya adalah cucunya, dan mereka sebaiknya tidak macam-macam dengan saya.
Maju cepat sepuluh tahun: dia masih memiliki daftar yang sama dari dua puluh tahun lalu, dilipat dan diselipkan dalam buku catatan lama. Dianotasi. Disesuaikan. Dilacak. Itu bukan hanya nostalgia; itu adalah dataset hidupnya, catatan pola ekonomi, pergeseran musiman, dan perilaku penjual.
Dia tidak menyebutnya dataset. Tapi itulah tepatnya; dia menyebutnya pelacakan harga.
\ Probabilitas, Bukan Kepastian
Tidak ada yang pasti. Tapi tidak perlu begitu.
Ketika dia berkata, "Kita mungkin tidak punya tamu hari ini, tapi biarkan saya memasak lebih banyak untuk jaga-jaga," dia sedang menghitung toleransi risiko. \n Ketika dia bersikeras membeli kayu bakar sebelum harmattan sepenuhnya tiba, dia sedang memodelkan perilaku musiman.
Ini bukan tebakan acak. Ini adalah keputusan berbasis hipotesis yang didukung oleh data yang dialami, teruji waktu, sangat lokal, dan terus diperbarui.
Dia mungkin tidak memiliki interval kepercayaan, tetapi dia memiliki kepercayaan diri yang diperoleh melalui loop umpan balik yang memberitahunya ketika dia benar dan merendahkannya ketika dia salah.
\ Apa yang Bisa Dipelajari Dunia Modern darinya
Kita hidup di era dashboard, metrik, dan model pembelajaran mesin yang memprediksi segalanya dari churn pelanggan hingga wabah flu.
Tapi seringkali, dalam perlombaan untuk mendapatkan lebih banyak data, kita lupa kekuatan mengenal lingkungan Anda secara mendalam, mendengarkan sebelum menghitung, dan kecerdasan kontekstual yang tidak bisa diambil dari web.
Cara kerja nenekku mengingatkan saya bahwa analisis data tidak selalu digital. Ini manusia terlebih dahulu.
Dia mengajarkan saya bahwa analis yang baik tidak hanya mengolah angka, mereka memahami orang. Mereka membaca keheningan. Mereka tahu kapan data terlihat baik, tetapi sesuatu masih terasa janggal.
Mereka mempercayai alat mereka, tetapi mereka juga mempercayai intuisi mereka.
\ Warisan dari Analis Non-Teknis
Sekarang, sebagai seseorang yang bekerja dengan pembelajaran mesin, otomatisasi, dan kecerdasan buatan setiap hari, saya bertanya pada diri sendiri:
Apa yang akan dipikirkan nenekku tentang analitik prediktif? \n Akankah dia mempercayai dashboard untuk memberitahunya berapa banyak yang harus dibelanjakan? \n Akankah dia membiarkan model AI menentukan kapan harus menanam atau menjual?
Mungkin. Tapi hanya jika itu membuktikan dirinya.
Dia tidak akan peduli tentang skor akurasi atau kurva ROC. Dia ingin tahu: \n "Apakah itu pernah salah?" \n "Apakah itu memahami tanah ini?" \n "Bisakah itu menjelaskan dirinya sendiri?"
Dan jika tidak bisa, dia akan membuangnya. Karena pada akhirnya, alat hanya sebaik orang yang menggunakannya dan kebijaksanaan yang mereka bawa.
\ Pemikiran Akhir: Kita Selalu Menjadi Analis
Ilmu data bukanlah hal baru. Hanya baru diberi nama. \n Di pasar, di dapur, di pertanian, dalam pengasuhan anak, kita selalu digerakkan oleh data. Kita hanya menyebutnya pengalaman.
Jadi, mari kita hormati para analis tersembunyi: \n Para nenek, pedagang, guru, dan petani yang membaca pola, membuat prediksi, menyesuaikan strategi, dan memberikan kita naluri yang sekarang kita modelkan dalam kode.
Algoritma saya dilatih pada dataset. \n Tapi saya dilatih olehnya.


