Perangkat keras kuantum sedang meninggalkan tahap bukti konsep, tetapi hambatan teknik berarti sistem praktis berskala besar masih berjarak puluhan tahun.
Teknologi kuantum telah memasuki tahap pengembangan penting yang mirip dengan era awal transistor, menurut analisis bersama oleh para peneliti dari berbagai institusi.
Para ilmuwan dari University of Chicago, MIT, Stanford, University of Innsbruck, dan Delft University of Technology menilai enam platform perangkat keras kuantum terkemuka dalam studi tersebut, termasuk qubit superkonduktor, ion terperangkap, atom netral, cacat spin, titik kuantum semikonduktor, dan qubit fotonik.
Tinjauan tersebut mendokumentasikan kemajuan dari eksperimen bukti konsep ke sistem tahap awal dengan potensi aplikasi dalam komputasi, komunikasi, penginderaan, dan simulasi, menurut para peneliti.
Aplikasi skala besar seperti simulasi kimia kuantum yang kompleks membutuhkan jutaan qubit fisik dan tingkat kesalahan yang jauh melampaui kemampuan saat ini, para ilmuwan menyatakan dalam analisis tersebut.
Tantangan teknik utama meliputi ilmu material, fabrikasi untuk perangkat yang dapat diproduksi massal, pengkabelan dan pengiriman sinyal, manajemen suhu, dan kontrol sistem otomatis, menurut laporan tersebut.
Para peneliti menarik paralel dengan masalah "tirani angka" tahun 1960-an yang dihadapi dalam komputasi awal, mencatat kebutuhan akan strategi rekayasa terkoordinasi dan desain tingkat sistem.
Tingkat kesiapan teknologi bervariasi di seluruh platform, dengan qubit superkonduktor menunjukkan kesiapan tertinggi untuk komputasi, atom netral untuk simulasi, qubit fotonik untuk jaringan, dan cacat spin untuk penginderaan, demikian hasil analisis tersebut.
Tingkat kesiapan saat ini menunjukkan demonstrasi tingkat sistem awal daripada teknologi yang sepenuhnya matang, para peneliti menyatakan. Kemajuan kemungkinan akan mencerminkan trajektori historis elektronik klasik, membutuhkan puluhan tahun inovasi bertahap dan pengetahuan ilmiah bersama sebelum sistem skala utilitas yang praktis menjadi layak, menurut studi tersebut.


